DISCUSSION WITH STUDENT “MENGUAK WAJAH DEMOKRASI INDONESIA”

DISCUSSION WITH STUDENT

MENGUAK WAJAH DEMOKRASI INDONESIA

Rabu, 3 Mei 2017 pukul 15.00-18.00 Divisi Diskusi CENSOR FISIP UNS mengadakan acara bertajuk “Discussion with Student” dengan tema “Menguak Wajah Demokrasi Indonesia” bertempat di Public Space 3 FISIP UNS. Walaupun kondisi saat itu hujan cukup deras, para peserta tidak kehilangan semangat untuk berdiskusi. Pemantik dalam diskusi ini ada 2 orang yaitu Panji Satrio (Hubungan Internasional – 2015) serta Mahardika Mulya (Administrasi Negara – 2014). Berikut ini hasil diskusi yang dilakukan :

Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Diawali dengan munculnya negara polis (Negara kota) dimana semua warga negaranya dikumpulkan dan membahas permasalahan-permasalahan yang ada di Negara itu, lalu berlanjut pada demokrasi yang tidak langsung.

Demokrasi merupakan sebuah cara untuk memimpin warga negaranya. Macam-macam demokrasi ada demokrasi liberalis, sosialis dan kapitalis.  Demokrasi Liberalis adalah demokrasi yang semua warga negaranya memiliki hak yang sama, ketika ada masalah diselesaikan dengan cara cara voting musyarawah dan menyelesaikan masalah dengan bersama-sama.. Demokrasi  Sosialis adalah sebuah demokrasi yang menjebatani sistem Negara yang sosialis dengan sistem negara Liberal, seperti yang diungkapkan oleh Karl Max. Demokrasi sosialis adalah sebuah demokrasi yang memiliki faktor produksi sendiri di bidang ekonomi.

Indonesia adalah sebuah negara yang menarik, dimana jumlah presentase partisipasi masyarakat dalam pemilu mencapai lebih dari 50%. Sayangnya, masyarakat Indonesia kerap kali saat pemilu menganggap money politic sebagai rahasia umum dan hanya sedikit saja yang berani menolak, terutama di daerah pinggiran (pedesaan).  Pendidikan demokrasi dan sosialisasi demokrasi pada masyarakat desa sangat rendah, sehingga masyarakat masih sangat muda sekali dan belum bisa bisa memaknai arti demokrasi yang sesungguhnya. Masyarakat Indonesia masih mudah dipengaruhi janji-janji dari calon pemimpin yang akan mereka pilih.

Agama jangan dicampuradukkan dengan politik. Anggapan bahwa politik kotor itu salah, karena sebenarnya, yang kotor itu adalah sikap para oknumnya. Urusan negara tidak boleh dicampuradukan dengan agama, sesuai dengan sila pertama pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa bahwa seluruh kehidupan manusia didasarkan pada agama (keyakinan). Jika di Indonesia didasarkan pada agama, maka Indonesia akan tercerai berai. Tidak ada satu agamapun yang digunakan sebagai ideologi dalam negara kita, karena Indonesia memiliki keanekaragaman masyarakat dan budaya. Presiden Soekarno dan para pejuang kemerdekaan Indonesia ingin negara Indonesia bersatu menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sesungguhnya.

Hal lain yang menjadi masalah di Indonesia adalah banyaknya elite politik yang hanya mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan masyarakat. Bukti nyatanya yang sederhana adalah ketika anggota DPR banyak yang mangkir saat rapat.

Jika kita mengungkap sejarah, pada zaman Presiden Soeharto, pemerintah sangat otoriter. Partai disederhanakan menjadi 3 yaitu PPP, Golkar, dan PDIP. Namun, yang selalu mendominasi pemerintahan adalah partai Golkar. Saat itu sistem pemerintahan yang ada sangat tertutup, tidak ada kebebasan untuk berserikat dan berkumpul.

Dengan munculnya reformasi, saat ini masyarakat Indonesia memiliki kebebasan untuk berpendapat, berserikat, dan berkumpul. Orang dikatakan berdaya, apabila ia mampu berpartisipasi dalam kegiatan politik dengan baik.Partai politik yang memiliki latar belakang sama belum tentu memiliki kaidah yang sama, kita tidak boleh memnuntut semua harus sama, ditarik benang merahnya saja. Jika semua partai diseragamkan, maka yang terjadi adalah pemerintahan yang otoriter.

Demikianlah sedikit gambaran diskusi yang berlangsung. Ke depan kami  berharap semakin banyak teman-teman yang hadir untuk bertukar pikiran melalui diskusi ini. Selain itu melalui diskusi ini kita bisa semakin berani untuk mengutarakan pemikiran kita. Kalau bukan dimulai dari sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?

Salam Riset!

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.